
Lolot sudah menjadi fenomena dan ikon musik rock berbahasa Bali yang benar-benar bisa menggugah remaja di Bali jadi bergeliat dengan luar biasa untuk melirik dan larut dalam musik Bali, atau paling tidak musik berbahasa Bali dalam balutan sesuatu yang baru: Bali Rock Alternatif.
Setelah kehadiran Lolot Band di tahun 2003, langsung diikuti
dengan band-band sejenis dengan variasi genre musik di sana-sini. Ada Bintang,
XXX, nanoe Biroe, 4WD, di Ubud yang masih bertahan.
Bila dilihat dari catatan penulis sejak kemunculan album
Lolot Band yang pertama (waktu itu masih menggunakan nama Lolot n Band, karena
masih menjadikan Made Bawa (Lolot) sebagai ikon sentral) di album Gumine
Mangkin bisa laku 75ribu kopi. Suatu angka yang fantastis dan tentu saja
membuat untung besar. Lanjut. Album kedua, Bali Rock Alternatif juga meledak
tapi penjualannya masih dibawah Gumine Mangkin. sekitar 65ribu kopi. Album
ketiga, Meong Garong, dengan kualitas musik yang sangat apik malah turun ke 45ribu
kopi. Album The Best of Lolot turun drastis ke 15ribu, dan sekitar angka yang
sama juga untuk album yang terakhir, Saling Caplok. Tidak ada lagi euforia penjualan
di atas 50 ribu. Bahkan Lolot band dikabarkan vakum untuk sementara waktu
dikarenakan lesunya penjualan kaset mereka serta maraknya pembajakan.
Setelah sempat vakum dan masing-masing personel memilih
bersolo karir, pada tahun 2014, band penggusung Bali rock alternatif, Lolot
Band bangkit kembali dengan karya-karya baru yang dirangkum ke dalam album berjudul
Nyujuh Langit.
Bangkitnya Lolot Band adalah bukti kepada para penggemarnya
jika mereka masih eksis berkarya. Bukti itu ditunjukkan dengan kumpulnya para
personel lama yakni Made bawa alias Lolot (Vocal/gitar), Dony (lead gitar),
Lanang (bass) minus Deny Surya di posisi drum yang digantikan oleh Hendra. Dan pada tanggal 27 Agustus 2016 lalu, Lolot Band telah merilis
album terbaru mereka yang bernama “Manusa Raksasa” dan telah beredar di
toko-toko kaset di seluruh Bali.
Sejak muncul dan melambungnya nama Lolot Band, muncul
pertanyaan-pertanyaan mengenai band tersebut. Berikut beberapa pertanyaan yang
sering muncul beserta jawaban yang penulis dapatkan.
1. Lolot ini nama orang apa nama band?
Awalnya ya memang nama orang. Lolot ini nick namenya Made
Bawa. Si vokalis. Makanya di album awal-awal masih menggunakan nama Lolot n
band. Tetapi sudah berformat baku, ada Lolot (Vocal and guitar), Deny
(Drum)[kini posisinya diganti oleh Hendra], Doni (Lead Guitar) dan Lanang
(Bass). Selanjutnya kalau tidak salah sejak album Meong garong dipakailah nama
resmi Lolot Band. jadi beda dengan Nanoe Biroe yang tim dan bandnya bisa
berganti-ganti.
2. Lolot itu artinya apa ya?
Lolot hanyalah sebuah istilah. Menurut Made Bawa sendiri,
kata “lolot” jika dibalik akan menjadi “tolol”. Lolot merupakan panggilan masa
kecil dari Made Bawa, yang mendeskripsikan dirinya yang “tolol” dan suka
membuat ulah. Namun untuk saat ini, kebiasaan-kebiasaan tersebut sudah mulai
dihilangkan.
3. Lolot Dulu di Superman Is dead?
Ya, pernah.Tapi hanya sebentar. Dia bosan dan lebih senang
berunderground ria dengan band hardcorenya, Knucklehead Nation (kalau nggak
salah).
4. Kenapa Lolot Tidak Nyanyi Bahasa Indonesia?
Karena bahasa indonesianya tidak terlalu bagus. Malah waktu
Lolot Band dapat penghargaan SCTV Music Award sebagai band indie terbaik, di
salah satu majalah disebutkan kalau vokalis Lolot band tidak bisa berbahasa
Indonesia. Ya tapi tidak separah itu. Maksudnya disini Made Bawa tidak terlalu
fasih menggunakan bahasa indonesia, karena memang kesehariannya sejak kecil
menggunakan bahasa bali. Justru bagi penulis hal inilah yang menjadi daya tarik
tersendiri bagi Lolot Band. Penulis sendiri telah mengenal lagu-lagu lolot sejak
masih SD (saat itu masih berbentuk kaset). Keseluruhan lagunya menggunakan
bahasa bali, entah itu bahasa bali halus hingga kasar. Namun, konsep dari
lagu-lagunya sangat memasyarakat, sehingga selalu enak untuk didengar. Apalagi
pada album-album yang baru dirilis. Terdapat makna dari setiap lagu yang
diciptakan oleh Made Bawa.
Industri musik saat ini memang sedang lesu. Ditambah lagi
dengan meningkatnya teknologi yang memudahkan masyarakat untuk menyebarluaskan
isi dari CD secara ilegal. Padahal, biaya perekaman untuk satu buah lagu saja
sangat besar. Hal inilah yang bisa menyebabkan pelaku di bidang industri enggan
untuk berkreasi kembali. Jadi sudah menjadi kewajiban kita sebagai penikmat
musik untuk selalu mengapresiasi karya-karya dari idola kita, jangan mengaku
fans berat tapi tidak mau menyisihkan uang saku untuk membeli CD original.
Salam Bali Rocker.
Referensi:
http://bali.tribunnews.com/2014/07/25/lama-vakum-agustus-lolot-band-rilis-album-nyujuh-langit
0 komentar:
Posting Komentar